Kamis, 06 Oktober 2011

IPA vs IPS

Postingan ini bener-bener gila men ! Kalian tau kenapa? Ya pasti gak tau kan hahaha. Jadi, pada saat aku berniat untuk menulis ini, hari-hariku bersama teman-teman seperjuanganku di kelas, mendapat tekanan batin yang cukup untuk membuat orang berencana bunuh diri minum air got. Segala bentuk emosi meledug. Disinilah mulai terasa bagaimana rasanya menjadi anak IPA. Ternyata memang benar, menjadi seorang anak IPA butuh sedikit kelebihan energi. Minum minuman penambah energi pun percuma, karena kita bukan pekerja lapangan, tapi pekerja tahanan. Setiap hari wajib belajar tanpa henti. Berhenti sedikit, jatuh lah kita ke lubang remidi. Puncak kekesalan teman-teman kelasku dimulai saat UTS awal. Saat itu benar-benar masa genting otak kami, antara mengerjakan tugas sampai belajar untuk UTS yang sehari bisa sampai 2 mata pelajaran yang diUTSkan. Beberapa ada yang selalu mendapat nilai remidi, bahkan beberapa teman yang selalu mendapat nilai bagus, sempat mendapat nilai yang tidak diinginkan.

Setelah kejadian itu, banyak teman-temanku yang curhat kalau dia menangis semalaman, tidur pakai bantal sampai gantung diri pake tali tampar (tapi gak jadi). Aku pun mulai berfikir, apa sampai segitunya tekanan batin yang kami rasakan? Bagaimana dengan anak IPS? Setiap hari ku lihat mereka seperti kembali ke masa TK, berlari-lari di lapangan mengejar bola yang mereka pasti sudah tau tidak akan berhenti menggelinding, lalu menghabiskan uang mereka di kantin yang secara logika tidak akan membuat mereka kenyang karena uangnya pasti habis duluan sebelum mereka kenyang, dan apa lagi? Mereka seperti di tempat penampungan anak yang bisa sesuka hati melakukan apa yang mereka suka, tanpa memikirkan remidi, nilai, tugas atau apa lah itu. Raut muka mereka selalu lebih segar daripada raut muka anak IPA yang selalu kusut karena dijotosi rumus ini itu. Apa yang salah? Kenapa bisa begini? Bukankah kita, IPA dan IPS sama-sama sebagai murid yang kewajibannya adalah belajar dan belajar? Kenapa bisa terlihat berbeda? Belum lagi anak IPS yang selalu dicap 'nakal' dan anak IPA dicap 'cupu'. Jika nakal adalah salah satu akibat dari frustasi remaja, kenapa anak IPA gak nakal? Bukankah mereka frustasi dengan rumus parabola, trigonometri dan termokimia? Kenapa anak IPS bisa nakal padahal ilmu mereka adalah ilmu yang nyata, yang ada di kehidupan sehari-harinya, bahkan mereka mempelajari kehidupan mereka sendiri dengan ilmu sosiologi. Bukankah ilmu itu pasti menerangkan bahwa nakal itu tidak baik? Kenapa ya? Kalau mereka nakal karena memang sifat dasar, kenapa nakalnya bisa merata? Kalaupun ada yang gak nakal, paling-paling cuma 10% nya saja. Semua ini sulit dipahami. Apalagi yah? Yang penting semua saling mendo'akan saja lah supaya tidak ada korban berjatuhan akibat frustasi menghadapi rumus-rumus kehidupan. :)

0 coments:

Posting Komentar